Peraturan, Regulasi, dan Aspek Bisnis di Bidang TI
Peraturan dan
Regulasi
Perkembangan
teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum
memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam
aspek pidana maupun perdatanya.
Saat
ini telah lahir hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum
telematika. Atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum
yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian
pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga
digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology),
hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Di
Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11 tahun 2008 yang mengatur tentang
informasi dan transaksi elektonik, Undang-Undang ini memiliki jangkauan
yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia
dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia
baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum
Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
REGULASI KONTEN
Semakin banyaknya
Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit,
hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan
memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Maka dibuatnya sebuah regulasi konten
1.
Keamanan nasional
Instruksi pada
pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris
2.
protection of minors(Perlindungan pelengkap)
Abusive
forms of marketing
Violence
Pornography
3.
Protection of human dignity(Perlindungan martabat manusia)
Hasutan
kebencian rasial
Diskriminasi
rasial
4.
keamanan ekonomi
Penipuan
Instructions on pirating credit cards
Scam, cybercrime
5.
Keamanan indormasi
Cybercrime
Phising
6.
Protection of Privacy
7.
Protection of Reputation
8.
Intellectual Property
Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw
Sebagai
orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya
kita membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun
2008. Undang undang tersebut dapat didownload dari website www.ri.go.id yang
linknya di sini. Kita dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang
tindakan yang dilarang.
Permasalahan
yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer
dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang
mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak
kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti
contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat
bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1
bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya
sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet,
misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap
kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga
saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk
menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru
bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena
yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.
PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI
NEGARA (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPORE, VIETNAM, THAILAND) ADALAH SBAGAI
BERIKUT :
CYBER
LAW NEGARA INDONESIA :
Inisiatif
untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus
utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai
transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis
yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya
yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan
kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak
terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan
digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika
digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal
seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement
(e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun
ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun
masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk
antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya
(cybercrime), penyalah gunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan
password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan
(e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan
masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain
yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya
ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan
Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU
Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini
dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada
satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan
teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan
pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau
sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari
aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, makaIndonesia berhak mengadili yang
bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya
hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki
oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia
mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk
mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika
Serikat.
CYBER
LAW NEGARA MALAYSIA :
Lima
cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh
parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan
dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan
tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997
menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang
tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman
untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan
berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui
menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Berikut
pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998 yang mengatur
konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan
nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri. The
Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998 kemudian disahkan
oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang
merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal
terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
CYBER
LAW NEGARA SINGAPORE :
Cyberlaw di
Singapore
The
Electronic Transactions Act (ETA) 1998
The
Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik
di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian
untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi
di Singapura.
ETA dibuat dengan
tujuan :
• Memudahkan
komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
• Memudahkan
perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk
mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis
diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan
penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
• Meminimalkan
timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja
dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju
keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip
elektronik; dan
• Mempromosikan
kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan
elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan
elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin
keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA
mencakup :
• Kontrak
Elektronik
Kontrak elektronik
ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat
serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban
Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai
potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa
jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
• Tandatangan dan
Arsip elektronik
Hukum memerlukan
arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di
Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan
online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan
konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online
dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
CYBER
LAW NEGARA VIETNAM :
Cyberlaw di
Vietnam
Cyber
crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah
ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan
konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute
resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Dinegara seperti
Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari
hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti
spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat
penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
CYBER
LAW NEGARA THAILAND :
Cyberlaw di
Thailand
Cybercrime
dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Kesimpulan
Dalam hal ini
Thailand masih lebih baik dari pada Negara Vietnam karena Negara Vietnam hanya
mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang lainnya belum ada bahkan belum ada
rancangannya.
Kesimpulan dari 5
negara yang dibandingkan adalah
Negara yang
memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia,tetapi yang
memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun
untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap
perencanaan sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk
Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw
karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan tetapi di
Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya
Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.
UU TELEKOMUNIKASI DALAM MENGATUR
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI (UU ITE)
Keterbatasan
UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Didalam UU No. 36
telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini ; Azas
dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan
ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun
1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali
penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah
di setujuin oleh DPRRI.
UU
ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh
globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah
mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang
terhadap telekomunikasi.Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak
terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
1.
Telekomunikasi
merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Perkembangan teknologi yang
sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja,
melainkan sudah berkembang pada TI.
3.
Perkembangan
teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang
ada di Indonesia.
Apakah
ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam
hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU
tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara
spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU
tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan
teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari
batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer
yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal
tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita
sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan
berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan
peraturan dan norma yang ada.
Sebagai
contohnya saya akan berikan kasus yang di dalamnya terdapat keterbatasan UU
Telekomunikasi dalam mengatur penggunaan Teknologi Informasi (UU ITE):
Sekarang
kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit diinternet berasal dari
Indonesia, hal ini memungkinan Indonesi adipercaya oleh komunitas ´trust´
internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan
bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE
ini, para pengguna kartu kredit di internet dari negara kita tidak akan
di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti
www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang
diterbitkan Indonesia,karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah
dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini,negara lain
menjadi lebih percaya atau trust kepada kita Dalam Bab VII UU ITE disebutkan:
Perbuatan yang dilarang pasal27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ´Setiap
orang… danlain-lain.´ Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam,penipuan,
cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah
program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu
kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah
program yangmenyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan
merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behindthe machine.Jadi kita tak
mungkin menghukum mesinnya, tapiorang di belakang mesinnya.
Aspek
Bisnis di Bidang Teknologi Informasi
Badan
usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan
mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan
perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha
adalah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu
mengelola faktor-faktor produksi.
Dalam
membangun suatu badan usaha terdapat suatu tujuan untuk dibentuknya suatu badan
usaha diantaranya adalah dorongan sosial, untuk mendapatkan kekuasaan, ingin
bebas dan tidak terikat dll. Dari berbagai tujuan tesebut terdapatlah suatu
manfaat yang dapat diperoleh :
Memudahkan
mengurangi resiko
Mempermudah
memperbesar usaha dan mencapai “performance excellence” antara lain melalui
pendekatan Malcolm Baldrige dan Balance Scorecard
meningkatkan
kepastian keberhasilan perencanaan sampai kontrol
Meningkatkan
daya saing perusahaan
Dalam
melaksanakan pendirian badan usaha tersebut tidak akan berjalan dengan mulus,
ada beberapa faktor yang harus dihadapi, diantaranya :
Barang
dan Jasa yang akan dijual
·
Pemasaran
barang dan jasa
·
Organisasi
intern
·
Penentuan
harga
·
Pembelanjaan
·
Pembelian
·
Kebutuhan
Tenaga Kerja
·
Jenis
badan usaha yang akan dipilih, dll
Mengurus surat
perizinan membangun usaha terdapat beberapa yang harus dipenuhi, diantaranya
1.
Surat
Izin Tempat Usaha (SITU)
2. Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP)
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4. Nomor Register Perusahaan (NRP)
5. Nomor Rekening Bank (NRB)
6. Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL)
7.
Surat
izin lainnya yang terkait dengan pendirian usaha, sepertii izin prinsip, izin
penggunaan tanah, izin mendirikan bangunan (IMB), dan izin gangguan.
Prosedur pendirian
bisnis atau usaha diantaranya adalah:
·
Mengadakan
rapat umum pemegang saham.
·
Dibuatkan
akte notaris. ( Terdiri dari nama – nama pendiri, komisaris, direksi, bidang
usaha, tujuan perusahaan didirikan ).
·
Didaftarkan
di pengadilan negeri. ( Dokumen berisi izin domisili, surat tanda daftar
perusahaan (TDP), NPWP, bukti diri masing – masing.
·
Diberitahukan
dalam lembaran negara. ( Berupa legailtas dari departemen kehakiman ).
Pengertian
Kontrak
Istilah
perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract
law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut overeenscomsrecht. Menurut Salim
H.S, (2004:3) Perjanjian atau Kontrak adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal. Bentuk perjanjian itu berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis.
Pengertian
Kerja
Kerja
adalah suatu kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan atau yang
diperoleh. Terdapat beberapa pengertian kerja yang dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya adalah :
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) Kerja adalah perbuatan melakukan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil, hal pencarian nafkah.
Menurut
Dr. Franz Von Magnis di dalam Anogara (2009:11), pekerjaan adalah “kegiatan
yang direncanakan”. Sedangkan Hegel di dalam Anogara (2009:12) menambahkan
bahwa “inti pekerjaan adalah kesadaran manusia”.
Dr.
May Smith di dalam Anogara (2009:12) menyatakan bahwa “tujuan kerja adalah
untuk hidup”. Dengan demikian, mereka yang menukarkan kegiatan fisik atau
kegiatan otak dengan sarana kebutuhan hidup, berarti bekerja.
Pengertian
Kontrak Kerja
Kontrak
kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan
atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Setiap perusahaan wajib
memberikan kontrak kerja di hari pertama anda bekerja. Dalam kontrak kerja
biasanya terpapar dengan jelas pekerja memiliki hak mendapat kebijakan
perusahaan yang sesuai dengan Undang- undang ketenagakerjaan yang berlaku di
Indonesia. Di dalamnya juga memuat mengenai prosedur kerja dan kode disiplin
yang ditetapkan perusahaan.
Menurut
KUH perdata pasal 1601a kontrak kerja harus memenuhi syarat-syarat seperti
dibawah ini :
·
Adanya
pekerja dan pemberi kerja
·
Pelaksanaan
kerja
·
Waktu
·
Adanya
upah yang diterima
·
Syarat
sahnya yang harus tercipta pada suatu kontrak adalah :
Kesepakatan,
maksudnya adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima.
Kesepakatan tidak dapat terwujud jika didalam kontrak adanya unsur paksaan dan
lainnya
Kewenangan,
maksudnya adalah pihak yang membuat kontrak adalah pihak-pihak yang diakui oleh
hukum untuk menjadi subyek hukum.
Kontrak
kerja harus sesuai dengan undang-undang, objek didalam kontrak harus jelas,
maksudnya adalah tidak ada pertentangan antara kontrak dengan undang-undang
Terdapat 4 macam
di dalam prosedur pengadaan tenaga kerja, diantaranya :
Perencanaan
Tenaga Kerja
Perencanaan
tenaga kerja adalah penentuan kuantitas dan kualitas tenaga kerja yang
dibutuhkan dan cara memenuhinya. Didalam perencanaan tenaga kerja terdapat dua
(2) penentuan yaitu secara kuantitas dan kualitas. Penentuan kuantitas dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan time motion study dan peramalan tenaga
kerja. Sedangkan penentuan kualitas dengan cara job analysis. Job analysis
dibagi menjadi dua yaitu Job description dan Job Spesification / Job
Requirement.
Penarikan
Tenaga Kerja
Untuk
penarikan tenaga kerja didapat dari 2 sumber, yaitu sumber internal dan sumber
eksternal. Sumber internal yaitu menarik tenaga kerja baru dari rekomendasi
karyawan lama dan nepotisme, berdasarkan sistem kekeluargaan, misalnya
mempekerjakan anak, adik, dan sebagainya. Keuntungan menarik tenaga kerja dari
sumber internal yaitu lowongan cepat terisi, tenaga kerja cepat menyesuaikan
diri, dan semangat kerja meningkat. Sedangkan sumber eksternal yaitu menarik
tenaga kerja baru dari lembaga tenaga kerja, lembaga pendidikan, ataupun dari
advertising, yaitu media cetak dan internet.
Seleksi
Tenaga Kerja
Ada
lima tahapan dalam menyeleksi tenaga kerja, yaitu seleksi administrasi, tes
kemampuan dan psikologi, wawancara, tes kesehatan dan referensi (pengecekan).
Penempatan
Tenaga Kerja
Penempatan
tenaga kerja adalah proses penentuan jabatan seseorang yang disesuaikan antara
kualifikasi yang bersangkutan dengan job specification-nya.
Indikator
kesalahan penempatan tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang tidak produktif,
terjadi konflik, biaya yang tinggi dan tingkat kecelakaan kerja tinggi.
Prosedur Pengadaan
Barang dan Jasa
Terdapat
4 jenis metode pemilihan penyedia barang dan jasa yaitu :
·
Metode
Pelelangan Umum
·
Pelelangan
Terbatas
·
Pemilihan
Langsung
·
Penunjukan
Langsung.
Jika
menggunakan metode Penunjukan Langsung, maka prosedur pemilihan penyedia barang
dan jasa seperti berikut :
·
Penilaian
kualifikasi
·
Permintaan
penawaran dan negosiasi harga
·
Penetapan
dan penunjukan langsung
·
Penunjukan
penyedia barang/jasa
·
Pengaduan
·
Penandatanganan
kontrak
Kontak
Bisnis
Kontak
bisnis adalah seseorang dalam sebuah perusahaan klien atau organisasi lainnya yang
lebih sering dihubungi dalam rangka keperluan bisnis. Data kontak bisnis
berfungsi untuk mengorganisasikan dan menyimpan informasi lengkap mengenai
koneksi, sehingga memudahkan dan mempercepat akses ke data penting dalam rangka
memelihara hubungan bisnis.
Pakta
Integritas
Pakta
Integritas merupakan suatu bentuk kesepakatan tertulis mengenai tranparansi dan
pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa barang publik melalui
dokumen-dokumen yang terkait, yang ditandatangani kedua belah pihak, baik
sektor publik maupun penawar dari pihak swasta.
Tujuan Pakta Integritas :
Mendukung
sektor publik untuk dapat menghasilkan barang dan jasa pada harga bersaing
tanpa adanya korupsi yang menyebabkan penyimpangan harga dalam pengadaan barang
dan jasa barang dan jasa.
Mendukung
pihak penyedia pelayanan dari swasta agar dapat diperlakukan secara transparan,
dapat diperkirakan, dan dengan cara yang adil agar dapat terhindar dari adanya
upaya “suap” untuk mendapatkan kontrak dan hal ini pada akhirnya akan dapat
mengurangi biaya-biaya dan meningkatkan daya saing.
SARAN
Menurut saya, setiap perusahaan yang akan di bangun seharusnya mempersiapkan surat-surat yang dibutuhkan sebelum memulai bisnis, agar tidak melanggar undang-undang yang sudah berlaku.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha
http://velsgreed.blogspot.com/2012/11/pendirian-badan-usaha.html
http://rund-streetteam.blogspot.com/2012/11/prosedur-pendirian-usaha.html
http://rensiutami.blogspot.com/2013/04/pengertian-kontrak-kerja.html
http://rhiochin.blogspot.com/2012/04/kontrak-kerja-proyek-it.html
http://inori-to-shigoto.blogspot.com/2011/04/prosedur-pengadaan-kontak-bisnis-dan.html
http://ichigonara.blogspot.com/2011/03/perbedaan-cyber-law-antara-negara-asean.html
http://www.drn.go.id/download/e-Regulasi%20Konten%20-%20Cahyana%20Ahmadjayadi.pdf