Jumat, 29 Juni 2012

Softskill : Hakikat Kejujuran

Hakikat Kejujuran

Kejujuran adalah hal yang dijunjung tinggi setiap orang. Orang yang berbijaksana adalah orang yang memiliki kejujuran yang tinggi. Orang yang dianggap jujur dianggap sebagai orang yang baik.

Inti dari kejujuran adalah mengatakan yang benar sesuai dengan yang diketahui. Confusius berkata “jika tahu katakan tahu, jika tidak tahu katakan tidak tahu“. Yesus pun berkata “Jika ‘ya’ hendaklah kamu katakan: ‘ya‘, jika ‘tidak’ hendaklah kamu katakan: ‘tidak”. Dari kedua orang besar tersebut keluar kata-kata sederhana dengan kebenaran yang tinggi. Namun apabila kita mempelajari lebih lanjut kita akan tahu ada perbedaan yang besar dari kedua kalimat besar yang diucapkan kedua orang besar tersebut.



Pertama, Confusius yang dilahirkan ratusan tahun sebelum Yesus mengucapkan jika tahu katakan tahu, jika tidak katakan tidak tahu. Sedangkan Yesus berkata jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak. Tingkat kebijaksanaan dari kata-kata yang memiliki nilai kejujuran tersebut berbeda jauh. Perbedaan jauh tersebut adalah pada Confusius memang memiliki nilai kejujuran yang tinggi, jika tahu katakan tahu, jika tidak tahu katakan tidak tahu. Namun ini masih dilevel dimana seseorang yang belum mengetahui kebenaran. Karena masih berkutat kepada masalah tahu atau tidak tahu. Dan sifat kebenarannya lebih bersifat menjadi.

Ratusan tahun kemudian Yesus mengatakan jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak. Kalimat yang juga memiliki nilai kejujuran tinggi ini memiliki nilai kebenaran yang sangat tinggi. Disini sudah ada nilai kebenaran yang mutlak, yaitu ya dan tidak. Ya dan tidak merupakan kebenaran yang bersifat lebih mutlak dibandingkan dengan tahu dan tidak tahu. Pada permasalahan tahu dan tidak tahu, ada kemungkinan apabila seseorang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu atau tidak tahu bahwa dirinya tahu. Karena tahu atau tidak tahu itu masalah proses. Sedangkan ya atau tidak adalah sesuatu yang bersifat absolut dan mendasar.

Hal lain yang ingin dikatakan ditulisan ini adalah bahwa sebenarnya kejujuran bukanlah hal yang dapat dikatakan perbuatan yang baik. Ini adalah sebuah kewajiban. Ketika kamu ditanya berapa uang yang diambil dari sana dan kamu menjawab dua juta karena memang kamu mengambil dua juta itu adalah hal yang biasa saja. Karena kamu memang mengambil dua juta. Bukan berarti kamu adalah orang yang baik, karena kamu mengatakan yang seharusnya dan sesuai hukum dan pengalaman yang terjadi. Kejujuran dibilang sifat yang baik dan diagung-agungkan banyak orang serta dijadikan bahan pujian bagi orang yang jujur karena sekarang ini banyak orang yang berbohong. Padahal tidak.

Apabila kamu membelikan teman kamu makanan itu adalah hal yang baru bisa dibilang baik. Apabila kamu mengajarkan adikmu matematika itu adalah hal yang baik. Apabila kamu menolong orang yang kecelakaan dijalan saat kamu akan nonton bioskop itu baru bisa dibilang perbuatan yang baik. Dan lain-lainnya. Karena semua itu memerlukan pengorbanan dan ‘kerugian’ diri kita sendiri.

Dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik tersebut kamu harus mengorbankan waktumu untuk berbuat baik padahal waktu itu bisa kamu gunakan untuk kesengananmu. Kamu juga harus mengorbankan uang hasil jerih payahmu yang bisa kamu gunakan untuk kamu sendiri bagi orang lain. Kamu harus harus mengurangi dirimu dan menambahkan orang lain, itu baru dapat dikatakan baik.

Sedangkan kejujuran hanyalah apa yang harus dikatakan sesuai kebenaran kita. Kita sebagai manusia nilai kebenarannya memang masih level kebenaran Confusius yaitu sesuai ketahuan atau ketidaktahuan kita. Kebenaran yang sifatnya menjadi. Sebenarnya tidak perlu sampai mengarang puluhan buku dengan halaman yang panjang mengenai kejujuran. Tidak perlu memperdebatkan kejujuran sampai berlarut-larut seperti yang dilakukan oleh para filsuf-filsuf besar. Karena anak kecil yang masih polos pun sudah bisa jujur. Karena nurani kita sendiri pun tidak nyaman dengan ketidakjujuran. “Kalau yang kita benar-benar tahu itu ya katakan ya, kalau yang kita benar-benar tahu itu tidak, katakan tidak”.

Sumber:
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/08/26/hakikat-kejujuran-sintesis-perdebatan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar